Rise of The Planet of The Apes, film pendahulunya yang menjadi surprise
hit pada 2011 lalu, tentu diharapkan akan diikuti oleh sekuel yang
digarap lebih baik lagi, atau paling tidak sama bagusnya. Mengingat film
yang sejatinya merupakn prekuel tersebut dapat dikatakan sukses me-reboot
kisah klasik yang perlahan dianggap sudah usang. Sutradara Rupert Wyatt
direncanakan kembali untuk menggarap sekuel, namun dalam
perkembangannya ia harus mundur kemudian proyek ini diserahkan kepada
Matt Reeves. Meskipun perubahan ini cukup disayangkan karena penasaran
bagaimana Wyatt akan melakukan follow up namun direkrutnya Reeves sebagai penerus juga menarik. Melihat track record
sang sutradara, saya sangat menggemari Cloverfield, dan melalui Let Me
In ia juga membuktikan film remake tidak selalu nyampah. Sutradara
berganti, penyesuaian kerjapun tentu dilakukan. Naskah yang sebelumnya
sudah rampung ditulis oleh Rick Jaffa dan Amanda Silver kini sedikit
dirombak demi menyesuaikan visi sutradara oleh Mark Bomback (Life Free
or Die Hard, The Wolverine). Dimana improvisasi pada naskah lebih
menekankan perubahan pada cara pendekatan emosional film sehingga
menjadi lebih memikat. Apakah itu berjalan dengan baik? Ya, dapat saya
katakan, baik sekali!
10 tahun semenjak kejadian dalam Rise, wabah Simian Flu yang
muncul dari percobaan ilmiah pada kera telah menyebar di seluruh penjuru
dunia dan menekan jumlah populasi manusia menuju kepunahan, hanya
menyisakan mereka yang kebal dari virus namun tetap harus berjuang hidup
dalam tatanan sosial dunia yang runtuh. Dalam menjabarkan kondisi
seperti ini, saya begitu menikmati bagaimana mereka menarasikannya pada
segmen pembuka film dengan cara yang hening menghanyutkan, membangun
suasana hopeless. Sementara itu, kini si kera pintar Caesar sudah
semakin berwibawa sebagai pemimpin. Ia telah berkeluarga dan hidup
bersahaja dengan koloninya di hutan sebrang kota San Fransisco
yang sudah mati. Apa yang diimprovisasi oleh Reeves pada
pengeksekusiannya menunjukkan bahwa ia menyadari keunggulan yang
terdapat dalam universe cerita, yaitu bagaimana para kera ini
akan menata kehidupan sosialnya, membangun peradaban di bawah
kepemimpinan Caesar. Itulah yang membuat saya begitu terpikat kepada
film ini, terutama dengan cara mereka menunjukkan penonton seperti apa
sebuah peradaban muda yang baru merangkak, bagaimana mereka saling
berkomunikasi, tunduk dalam aturan dan fromasi, menegakkan hukumnya
sendiri, hingga adanya jalian kasih-sayang yang terkait dalam lingkaran
keluarga, dimana yang membuatnya semakin menarik adalah itu semua
dilakukan oleh makhluk primata yang selama ini kita kenal bergelantungan
dari pohon ke pohon! Antara mengagumkan, sekaligus ngeri jika menyadari
apa yang telah terjadi pada hewan-hewan ini, belum lagi dengan
membayangkan bagaimana apabila mereka bertemu dengan manusia. Dan ketika
momen itu sudah tiba, maka pada saat itulah gejolak perselisihan
terjadi.
James Franco tidak
kembali, namun Andy Serkis adalah mutlak harus melanjutkan kesuksesannya
menghidupkan karakter Caesar melalui teknologi grafis motion-capture
yang sekarang sudah semakin mutakhir saja. Satu lagi yang membuat saya
ngeri dengan film ini adalah betapa nyatanya wujud dan ekspresi para
kera di sini. Sementara itu, Gary Oldman dan Jason Clarke juga tampil
dengan mempesona, tentu mereka jangan sampai kalah akting dengan
wajah-wajah buatan komputer tersebut. Oldman dan Clarke memerankan
pemimpin koloni manusia di San Fransisco yang harus berhadapan dengan
berbagai pilihan sulit dalam situasi yang semakin mendesak, menariknya,
Caesar sebagai pemimpin kera, juga ditempatkan dalam posisi yang rumit
dan dilematis. Film ini memperlakukian kedua ras dengan adil alias tidak
rasis, sama-sama dibikin susah dan tidak memberatkan kesalahan pada
salahsatunya.
Dawn of The Planet of The Apes tidak hanya menggantungkan daya tarik pada efek visual saja, film ini memadukannya dengan seni peran aktor unggul sehingga memancarkan emosi yang lebih bermakna, jarang-jarang ada film blockbuster yang bisa sukses melakukan itu.
Aneh mengatakannya, para kera dan manusia di sini dua-duanya sunguh berakting dengan baik!
*Film ini akan tayang serentak di bioskop Indonesia mulai Jum'at 11 July 2014
Dawn of The Planet of The Apes tidak hanya menggantungkan daya tarik pada efek visual saja, film ini memadukannya dengan seni peran aktor unggul sehingga memancarkan emosi yang lebih bermakna, jarang-jarang ada film blockbuster yang bisa sukses melakukan itu.
Aneh mengatakannya, para kera dan manusia di sini dua-duanya sunguh berakting dengan baik!
*Film ini akan tayang serentak di bioskop Indonesia mulai Jum'at 11 July 2014
-ipan