Garth Davis, sutradara asal Australia, yang dikenal lewat TV Series produksi Selandia Baru berjudul Top of the Lake hadir kembali untuk menyutradarai film Lion yang bekerja sama dengan See Saw Films dan Weinstein Company. Lion merupakan adaptasi dari buku A Long Way Home mengenai cerita hidup Saroo Brierley yang karena suatu kejadian kehilangan keluarganya di India saat ia masih kecil. Ia lalu diadopsi oleh keluarga asal Australia. Setelah dewasa, Saroo memanfaatkan teknologi untuk menemukan keluarganya.
Film berdurasi 118 menit ini memiliki dua babak utama. Dua babak yang sama-sama menampilkan Saroo pada masa kecil dan dewasa yang “tersesat”.
Pada babak pertama, Lion memperlihatkan kehidupan Saroo dan keluarga kandungnya di sebuah kota kecil di India, serta memperlihatkan bagaimana mengerikannya Saroo saat tersesat di wilayah yang asing untuknya dan jauh dari rumah. Babak pertama memang merupakan bagian paling mengerikan dalam film ini. Seorang anak kecil yang tersesat, tanpa mengerti Bahasa Bengali (karena perbedaan penggunaan Bahasa di India), hidup di jalanan yang penuh kengerian di sebuah kota besar nan carut marut seperti India.
Kunci utama keefektivan babak pertama ada pada akting Sunny Pawar yang memerankan Saroo kecil. Aktor berumur 5 tahun ini mampu menampilkan performa apik atas range of emotion –nya yang luas, terakhir kali anak kecil yang memiliki kemampuan seperti ini yang saya tahu adalah Dakota Fanning. Jika bukan karena kemampuan Pawar, babak ini hanya akan mengeksploitasi kesedihan anak kecil yang menjemukan. Akting Sunny Pawar memang spesial, namun semua jajaran cast dari India juga memberikan performa yang bagus hingga menjadikan babak pertama ini merupakan babak terbaik dalam film ini.
Memuji penampilan Sunny Pawar atas perannya sebagai Saroo kecil, bukan berarti mendiskreditkan Dev Patel. Justru dalam Lion adalah penampilan terbaiknya selama ini. Dalam kehidupan Saroo dewasa yang kini memiliki segalanya, Dev Patel menghadirkan hasil tempaan kejadian masa kecilnya. Dimana ia merasakan pergolakan batin. Pergumulan emosi atas 2 identitas, 2 kehidupan, 2 keluarga, dan 2 kultur dan Saroo terjebak di dalamnya.
Rooney Mara yang nantinya juga akan bekerja sama kembali dengan Garth Davis dalam film biopik dari Mary Magdalene, hanya mendapat peran sedikit dalam kehidupan cinta Saroo, ia mampu memunculkan kesenangan menontonnya.
Lion bukan hanya sekadar film drama yang menguras air mata, di sinilah kehebatan Garth Davis selaku sutradara, dengan sederhana menceritakan sebuah cerita yang begitu menakutkan pada babak pertama, dan hangat di babak kedua. Mungkin bagi orang yang bukan penggemar drama tak begitu menyukai film ini, namun kehebatan akting cast didalamnya patut untuk menjadi pertimbangan memilih Lion sebagai tontonan.
(By Annisa Anugra)