Di akhir tahun 1989, seiring dengan mengerucutnya reformasi politik dengan protes untuk meruntuhkan Tembok Berlin saat Perang Dingin, Agen Rahasia MI6 James Gasciogne (Sam Hargrave) tewas terbunuh oleh Agen KGB Yuri Bakhtin (Jóhannes Haukur Jóhannesson) yang mencuri data penting berupa daftar nama-nama Agen lapangan yang masih aktif. 10 hari kemudian, Agen MI6 kelas atas (Lorraine Broughton, Charlize Theron) yang sebelumnya ditugaskan untuk menginvestigasi kematian teman kerjanya dan membongkar Agen ganda bernama Satchel, diinterogasi atas tugasnya tersebut oleh Eksekutif CIA (Eric Gray, Toby Jones) dan Agen CIA (Emmet Kurzfeld, John Goodman).
Atomic Blonde memiliki beban yang cukup berat karena selalu dikaitkan sebagai John Wick versi perempuan. Tak dapat dipungkiri karena adanya David Leitch, sebagai sutradara yang juga menangani John Wick (2014, mengisi bangku sutradara bersama dengan Chad Stahelski). Ditambah lagi jika melihat trailer Atomic Blonde yang terlihat memiliki style laiknya John Wick. Sayangnya hasilnya jauh dari stigma itu, mungkin lebih dekat jika dikatakan sebagai Jason Bourne dengan style John Wick.
Charlize Theron tak terlihat memiliki kesulitan memainkan karakternya sebagai Lorraine Broughton. Lorraine Broughton lebih brutal di adegan tarung tangan kosong ketimbang adu tembak-menembak, khususnya pada 30 menit terakhir. Untungnya, Charlize Theron tampil apik, kalau saja bukan karena kharismanya entah jadinya apa. Mood film ini sendiri selalu turun jika adegan di layar bukanlah adengan pertarungan.
Atomic Blonde tak ada bedanya dengan cerita film-film mengenai agen mata-mata lainnya yang sudah familiar di mata penonton. Ia juga kesulitan membuka simpul plotnya sendiri, hingga seakan potensi cerita terlalu ditahan hanya untuk memberikan kejutan pada saat pengungkapkan rahasianya. Paduan musik a la tekno 80an yang seharusnya menjadi penyemarak film ini, justru seakan tidak cocok digunakan dengan cerita yang dihadirkan.