Frank Grillo memerankan karakter seorang detektif bernama Mark, yang memiliki hubungan kurang baik dengan anaknya, Trent (Jonny Weston). Ketika peristiwa invasi besar terjadi, Mark dan Trent terjebak dalam kereta bawah tanah bersama beberapa penumpang lainnya. Ketika berhasil keluar dari terowongan untuk mencari tau apa yang sedang terjadi, merekapun menyadari bahwa pesawat alien yang menginvasi tersebut rupanya telah menangkapi manusia di seantero kota, dan mereka pun tidak luput dari penangkapan. Didorong ingin menyelamatkan abaknya beserta para kawanan lainnya, Mark beserta beberap kawanan lainnya harus berjuang untuk bertahan hidup, sekaligus mencari cara untuk mengalahkan invasi.
Jika dibagi secara keseluruhan, film ini seperti memiliki dua segmen utama, pertama adalah ketika swal invasi yang terjadi di kota LA hingga di dalam pesawat alien yang sedang melakukan perjalanan. Kedua, adalah ketika semua terdampar di kawasan hutan tropis Asia Tenggara. Pada bagian inilah nanti karakter Mark dkk bertemu dengan Iko Uwais yang memerankan karakter bernama Sua, pemimpin gerilya yang bermarkas di kawasan Candi Prambanan.
Dengan keterlibatan Frank Grillo beserta Iko Uwais dan juga Yayan Ruhian, tentu kita dapat mengharapkan agar disajikan berbagai adegan aksi bela diri yang memukau. Seperti yang diakui sang sutradara sendiri ketika menghadiri langsung press conference di Jakarta pada akhir oktober ini, film mencampurkan berbagai elemen seperti martial art, sci-fi, hingga slasher. Jika selama ini kita menyaksikan Iko bertarung melawan manusia, namun kali ini lawannya adalah alien setinggi hampir 3 meter yang tidak begitu lincah bergerak, sehingga ini menjadikan adegan laganya terkesan aneh dan kurang gregetnya.
Iko Uwais mendapat peran yang cukuo banyak dan krusial, juga beberapa dialog-dialog. Agaknya ini bisa menjadi batu loncat lanjutan bagi aktor laga kebanggaan kita ini di kancah perfilman internasional. Begitu pula dengan Yayan Ruhian yang walau memiliki screening time yang sedikit. Mengenai setting lokasi Prambanan, film tidak pernah menyebutkan secara spesifik nama lokasinya, bahasa yang digunakan warga lokal pun adalah Lao (Laos), bukan Bahasa Indonesia.
Film ini memiliki ambisi dan visi yang besar, namun terganjal oleh kendala teknis yang krusial seperti visual efek. Beberapa adegan close up dengan makhluk alien dan lokasi-lokasi pesawat secara aestetik tampak meyakinkan, namun ketika pengambilan gambar dilakukan dari jauh dan luas, akan tampak visual efek yang kurang sempurna. Untung saja ini masih dapat terbantu dengan lokasi Candi Prambanan yang eksotis.
( By Arieffandi)