Jika pada film pertama plot utama ceritanya yang mengambil adaptasi tulisan William Shakespeare, maka untuk sequel ini, para kreator mengambil plot utama ceritanya mengadaptasi buah tulisan Sir Arthur Conan Doyle lewat karakter terkenalnya yaitu Sherlock Holmes.
Bukan tanpa alasan kenapa judulnya 'Sherlock Gnomes', bukannya 'Gnomes & Juliet 2'. Meskipun Gnomeo dan Juliet masih memegang peranan penting dalam jalinan cerita, tetapi roda pengantar cerita ada pada Sherlock yang membuat Gnomeo dan Juliet jadi seperti karakter pendukung. Jadi tidak masalah jika kamu langsung menonton film sequel ini tanpa harus menonton film pertama, karena 'Sherlock Gnomes' seperti film yang berdiri sendiri.
Untuk kita yang sudah khatam semua novel ataupun adaptasi novelnya sangat mudah mengenali banyak-nya refrensi-refrensi dari novelnya yang divisualisasikan dan menjadi suatu hiburan tersendiri, terlebih semua refrensi itu ditampilkan dengan jenaka. Tetapi sayangnya dengan banyaknya refrensi itu membuat gap tersendiri untuk sebagian penonton yang memang tidak mengikuti ataupun mengenal universe Sherlock, terutama bagi penonton dibawah umur yang merupakan target utama film ini sendiri. Ekspresi bingung akan sering muncul untuk sebagian penonton karena penonton lainnya tertawa (contoh: adegan jatuhnya Sherlock dan Moriarty jatuh dari air terjun).
Sherlock Gnomes sebuah film animasi yang masih menyisipkan pesan moral yang cocok ditonton dengan keluarga. Tetapi banyaknya refrensi universe 'Sherlock Holmes' hanya memuaskan penonton sebagian saja yang membuat penonton awam bertanya kepada kita, kenapa tertawa pada adegan tertentu, padahal adegan itu tidak lucu sama sekali.
1 komentar:
Write komentarAfter going through this review, I am definitely going to add this movie to my watch list. It has been a very long time since my kids spent time with me watching TV shows or movies. We watched shows by Andy Yeatman together and all of us were very sad when it got over.
Reply