Tragedi dan duka, sebuah objek eksplorasi mendalam yang menjadi pokok utama penceritaan Hereditary. Bermula dari kematian sang nenek, Ellen Leigh, atau ibu dari sang tokoh utama kita, Annie Graham (Toni Collette). Peristiwa tersebut diam-diam mempengaruhi Annie yang sudah berkeluarga dan memiliki dua anak, Peter dan Charlie. Situasi semakin runyam ketika tragedi kedua hadir menyelimuti keluarganya, membawanya pada rahasia menakutkan mengenai keturunannya melalui situasi-situasi ganjil.
Ari Aster selaku sutradara dan penulis memanfaatkan waktu untuk perlahan-lahan memperkenalkan dan membangun gambaran tokoh-tokohnya pada penonton, sampai akhirnya dapat memahami ketika tragedi mampu mempengaruhi karakter tersebut secara emosional dan psikologis.
Tanpa disangkal lagi, selain memiliki script yang kuat, Hereditary didukung juga oleh deretan cast yang bermain ciamik. Adalah Toni Collette yang memegang setir untuk mengaduk-aduk perasaan dan pikiran penonton dalam mengikuti cerita sepanjang film. Toni mengantarkan kita menjelajahi Annie’s breakdown. Ditambah performa Alex Wolff sebagai Peter (anak dari Annie) yang juga apik. Belum lagi pemeran Charlie sang anak penyendiri dan asing yang diperankan oleh Milly Saphiro.
Menggunakan formula yang mengingatkan kita pada film yang juga keluar dari rumah yang sama, The VVitch, namun menghasilkan output yang berbeda. Sebuah penceritaan berjenjang dengan pace lambat digunakan Hereditary untuk mengeksplorasi perasaan terpendam dalam alam bawah sadar yang selama ini disangkalkan oleh sang karakter utama. Kental akan eksplorasi tersebut, membuat Hereditary kuat pada sisi dramanya. Hingga wajar saja bagi penonton yang menginginkan elemen jump-scare akan merasa kurang cocok pada film yang minim hal tersebut seperti Hereditary ini.
(By Annisa Anugra)