Wednesday, January 30, 2019

ULASAN: THE MULE





Soal usia, bisa dibilang Clint Eastwood sudah memasuki usia yang sangat senja. Bahkan aktor-aktor atau filmaker seangkatannya sudah memilih pensiun dari dunia film. Tapi tidak bagi Clint Eastwood, di usianya yang mencapai 88 tahun kreatifitasnya seperti tidak pernah habis. Yang bisa mendekati level kreatifitasnya saat ini mungkin hanya Woody Allen (83 tahun) yang juga masih aktif. Hanya saja Clint Eastwood sedikit lebih unggul dikarenakan Clint Eastwood masih mampu memimpin belakang layar dan membintangi filmnya sendiri. Berbeda dengan Woody Allen yang saat ini hanya fokus pada kursi sutradara saja. Dan sekarang 6 tahun sejak Trouble with the Curve, Clint Eastwood kembali membintangi sebuah film berujudul The Mule yang diadaptasi dari kisah nyata tentang seorang lansia yang menyelundupkan narkoba di usia 90 tahun.


Dalam film ini Eastwood kembali membawa Bradley Cooper (A Star Is Born, The Hangover) yang sebelumnya pernah bekerjasama dengan Eastwood lewat American Sniper. Lalu ada nama-nama Michael Pena (Antman, Gangster Squad) Laurence Fishburne (Matrix, Man of Steel), Andy Garcia (Godfather Part III, The Untouchables), Taissa Farmiga (American Horror Story, The Nun) dan putri kandung Clint Eastwood sendiri Alison Eastwood.


Earl Stone (Clint Eastwood) seorang ahli hortikultura berusia 90 tahun dan veteran perang Korea sadar adalah suami dan ayah yang buruk bagi mantan istrinya Mary (Dianne Wiest) dan putrinya, Iris (Alison Eastwood). Disaat-saat  terpuruk ia terpaksa menerima pekerjaan dari kartel narkoba Meksiko. Pekerjaan yang membawa keuntungan yang tidak diduga bagi Earl karena tidak ada yang mencurigai seorang pria tua menyelundupkan narkoba. Namun masalah datang ketika kepemimpinan kartel berganti yang membuat keadaan Earl makin sulit ditengah-tengah usahanya untuk memperbaiki hubungannya dengan istri dan putrinya. Dan pada saat bersaman  agen DEA bernama Colin Bates (Bradley Cooper) mulai mencurigai aktivitas Earl. Ketika Earl berjuang memperbaiki kesalahan masa lalunya, hukum, jaringan kartel mulai mengejarnya. Dan bertanya, apakah dirinya punya waktu untuk memperbaiki semuanya.


Salah satu ciri khas dari film-film Clint Eastwood adalah ketika karakter-karakter utamanya yang mempunyai konflik bathin yang cukup pelik yang mencapai pada pertanyaan 'apa saya sudah betindak dengan semestinya ?' yang mana jawaban itu akan diserahkan kepada penonton seperti yang kita lihat film-film Eastwood Million Dollar Baby, Unfogiven, Gran Torino dan masih banyak lagi. Dan kesamaan itu akan kamu temui kembali dalam The Mule yang diwakili oleh karakter Earl Stone. Alur cerita yang cukup lambat untuk beberapa penonton akan membuat mengantuk, tetapi lagi-lagi itu adalah ciri khas Eastwood, jika sudah menonton film-film Eastwood sebelumnya alur cerita yang lambat adalah penguat untuk sisi karakternya. Dan skenario yang ditulis Nick Schenk memainkan perannya dengan baik.


Film ini makin terasa bernyawa dengan karakter-karakter pembantunya, terutama Bradley Cooper dan Dianne Wiest meskipun porsinya tidak terlalu besar. Cooper yang memerankan agen DEA yang mempunyai latar belakang jauh berbeda dengan Earl tetapi mempunyai permasalahan yang sama dengan Earl dalam keluarga. Adegan mereka berdua dalam sebuah cafe ketika membicarakan bagian keluarga adalah salah satu adegan terbaik dalam film ini. Lalu Wiest yang memerankan mantan istri yang sangat dikecewakan oleh Earl ketika kembali mencoba membuka ruang maaf untuk Earl.


Diluar mengenai keakuratan cerita dalam film dengan kisah nyatanya, The Mule sebuah film drama yang menyisipkan pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri pada penontonnya dengan drama ciri khas Clint Eastwood. Di usia 88 tahunnya kharisma Clint Eastwood tak memudar dalam memerankan suatu karakter. Hanya jika kamu pernah menonton film-film Clint Eastwood sebelumnya dan selalu tertidur, maka film ini bukan film yang tepat untuk kamu.

Overall: 8/10

(By Zul Guci)

Saturday, January 26, 2019

ULASAN: THE UPSIDE





Sudah hal yang lumrah ketika seorang aktor yang lebih dikenal sebagai komedian ingin mencoba sesuatu yang baru dalam kariernya bermain dalam film diluar zona nyamannya. Jim Carrey pernah mencobanya dan berhasil lewat The Truman Show dan Eternal Sunshine of the Spotless Mind, lalu Adam Sandler lewat Punch Drunk Love ada Funny People, lalu ada Jonah Hill dan Melissa McCarthy yang melejit diluar komedi ketika mereka mendapat nominasi untuk banyak penghargaan termasuk Academy Awards. Dan sekarang hal itu coba dilakukan juga oleh Kevin Hart (Jumanji: Welcome To The Jungle, Ride Along) yang sebagian besar kariernya bermain dalam film komedi. Kali ini Kevin Hart mencoba menguji kualitas aktingnya dalam film drama yang cukup kuat lewat The Upside. Tidak tanggung-tanggung, Kevin Hart  lawan main yang sudah kenyang pengalaman dalam film drama dengan banyak tema. Pertama ada Bryan Cranston (Breaking Bad, Trumbo) dan Nicole Kidman (Cold Mountain, Lion).



The Upside sendiri merupakan remake film Perancis The Intouchables (2011), film yang diangkat dari kisah nyata yang mendapat respon positif secara komersil maupun kritik. Sekarang versi remakenya hadir dibintangi Kevin Hart, Bryan Cranston, Nicole Kidman dan Golshifteh Farahani (Body of Lies, Paterson) dengan sutradara Neil Burger (Limitless, Divergent).



Seorang miliarder Phillip Lacasse (Bryan Cranston) yang lumpuh dari leher hingga kaki setelah mengalami kecelakaan dari terjun payung. Hari-harinya harus selalu didampingi. Phillip yang didampingi oleh sekretaris paling loyalnya Yvonne Pendleton mencari perawat yang cocok untuk bisa merawat dan mengurus kebutuhan Phillip sehari-hari. Dalam sebuah ketidaksengajaan, Phillip akhirnya mempekerjakan Dell Scott (Kevin Hart) sebagai pengurusnya yang justru paling tidak memenuhi persyaratan. Phillip melakukannya atas dasar sudah mulai menyerah dengan kehidupannya. Memilih Dell sebagai perawatnya hanya sekedar untuk membuat Yvonne tidak perlu mengurusnya lagi. Tetapi pemilihan itu berjalan dengan tidak terduga antara Phillip dan Dell. Meskipun mereka berasal dari dunia dan latar belakang yang berbeda, Phillip dan Dell membentuk hubungan persahabatan yang baik bagi keduanya.


Sebagai salah satu yang belum menonton film originalnya, ekspetasi saya pada The Upside hanyalah bisa melihat kejutan sisi lain dari akting pada Kevin Hart yang bermain dalam film yang kuat pada drama ini. Tetapi sayangnya kejutan itu hanya berlangsung di 30 menit pertama saja. Setelah 30 menit kita akan melihat Kevin Hart seperti film dia lainnya yang tampil komikal. Penampilan komikal pada Kevin Hart dalam film ini bukan berarti negatif, justru masih sangat menghibur. Hanya saja karena sudah memasang ekspetasi mendapatkan sesuatu yang berbeda dari dari Kevin Hart pada film ini membuat saya sedikit kecewa. Tetapi mungkin kehadiran Kevin Hart memang dimaksudkan untuk memberikan warna komedi dengan dramanya sudah cukup diwakili oleh Bryan Cranston dan Nicole Kidman.


Salah satu kelebihan yang kamu dapatkan ketika menonton sebuah remake tanpa menonton film originalnya sebelumnya adalah ketika menonton pikiran kamu tidak akan sibuk membanding-bandingkannya versi remake dan original. Dan The Upside untungnya mempunyai plot cerita yang sangat mudah dinikmati ditengah-tengah konflik karakternya masing-masing, seperti Dell yang mencoba berdamai dengan mantan istrinya dan menjadi ayah yang baik untuk anaknya atau Phillip dalam keterbatasannya mencoba membenahi rasa percaya dirinya untuk mencoba menjalin hubungan asamara dengan sahabat penanya yang belum pernah dijumpainya. Selain Kevin Hart dan Bryan Cranston sangat menyenangkan melihat Nicole Kidman bermain santai memerankan karakter Yvonne. Meskipun Nicole Kidman hanya sebagai karakter pembantu, sangat terlihat Nicole Kidman sangat menikmati memerankan karakter Yvonne yang sebenarnya bisa diperankan siapa saja.

 

The Upside sebuah film drama dengan tema yang sebenarnya cukup depresif ini diubah menjadi tontonan ringan yang menyampaikan pesan positif pada penonton. Tetapi seperti halnya film-film ringan ala hollywood, akan banyak ditemui hal-hal klise yang terkadang seperti memudahkan masalah yang membuat The Upside yang menghibur tetapi tidak istimewa.

Overall: 7/10 

(By Zul Guci)

Thursday, January 24, 2019

ULASAN: THE KID WHO WOULD BE KING



Butuh waktu 8 tahun untuk sutradara Joe Cornish kembali duduk di kursi sutradara untuk kedua kalinya. Padahal debutnya sebagai sutradara lewat Attack The Block (2011) mendapat respon positif yang menjadi titik terang kariernya di hollywood. Dan sekarang Cornish hadir dengan film keduanya yang mengambil cerita legenda King Arthur sebagai latar belakang ceritanya yang diberi judul 'The Kid Who Would Be King'.



Jika pada Attack The Block Joe Cornish memakai aktor-aktor remaja, maka untuk The Kid Would Be King memakai aktor-aktor yang lebih muda lagi untuk memerankan karakter-karakter utamanya. Sebagian besar nama-nama baru di dunia akting. Nama-nama besar yang ikut terlibat dalam film drama-fantasi ini ada nama Patrick Stewart (X-men, Logan) dan Rebecca Ferguson (Mission Impossible: Fallout, The Greatest Showman) yang mengisi 2 peran penting yang menjadi fondasi plot cerita.



Alex (Ashbourne Serkis) mengira dia hanya seorang anak biasa, jauh dari kata anak populer yang bersahabat dengan Bedders (Dean Chaumoo) yang selalu menjadi target bully. Sampai pada akhirnya dia tidak sengaja menemukan Pedang Ajaib di Batu, yakni Excalibur yang menuntunya pada sebuah legenda King Arthur yang selama ini hanya dia kenal dari buku cerita. Sekarang, ia harus menyatukan teman-teman dan musuhnya ke dalam barisan ksatria sambil dibantu penyihir legendaris Merlin (Patrick Stewart/Angus Imrie), menghadapi penyihir jahat Morgana (Rebecca Ferguson). Dengan masa depan dunia yang dipertaruhkan, Alex harus menjadi pemimpin besar yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.



Seperti itulah garis besar cerita dari The Kid Who Would Be King yang sudah terlihat sangat menarik ketika melihat trailernya. Film yang memang ditujukan untuk semua umur terutama anak-anak. Unsur drama keluarga dan persahabatan sangat jelas ditonjolkan dalam TKWWBK. Hal yang memang sudah sangat lumrah untuk film yang memang ditujukan untuk penonton anak-anak dan remaja. Penggambaran bullying, keluarga yang tak harmonis menjadi bumbu drama ditengah-tengah petualangan Alex bersama tiga teman lainnya untuk bisa mengalahkan Morgana.



Pengenalan karakter dan dialog-dialog dalam film ini sangat mudah dipahami tanpa ada kesulitan berarti. Menyelipkan refrensi-refrensi pop culture dari film-film yang sangat kamu kenal yang memancing tawa di paruh pertama film yang berjalan cukup cepat. Jika di paruh pertama tempo terasa cepat, separuh akhir alur cerita sedikit lambat yang justru sedikit menjadi bumerang sebagian penonton akan sedikit merasakan bosan, karena disaat alur menjadi lambat, durasi juga terasa sangat lama yang mencapai dua jam secara keseluruhan. Jadi jangan aneh jika kamu membawa anak dibawah umur akan sampai tertidur pada bagian paruh terkahir ini meskipun pada 20 menit terakhir kita disuguhi bagian terbaik dari film ini, yaitu perperangan antara murid-murid dengan pasukan mistis Morgana.



Lamanya durasi sayangnya tidak mampu mengeskpos dari beberapa bagian atau karakter yang cukup  penting yang bisa memperkuat fondasi cerita, meskipun unsur drama keluarga cukup ditonjolkan tapi tidak pada karakternya. Ibu Elliot yang hanya sekedar tempelan saja atau villain utama Morgana yang bengis yang masih kalah banyak dari jumlah adegan klise yang ada pada film ini. Untungnya karakter Merlin yang diperankan secara back to back dari Angus Imrie ke Patrick Stewart benar-benar memberi warna. Setidaknya jika film ini tidak terlalu berkesan, kamu masih ingin mempelajari gerakan tangan sihir dari karakter Merlin ini.



Ditengah-tengah durasi yang cukup lama dan beberapa karakter penting yang tidak kuat TKWWBK masihlah film yang sangat menghibur secara keselurahan. Belum melampaui Attack The Block sebagai yang terbaik dari Joe Cornish. Tetapi film yang layak kamu jadi pilihan menonton jika sedang bosan dengan film-film bertema serius.

Overall: 7/10

(By Zul Guci)

Tuesday, January 22, 2019

ULASAN: INSTANT FAMILY









Mark Wahlberg bisa dibilang sebagai salah aktor yang multi-genre. Hampir semua genre pernah dibintanginya. Jika di suatu waktu kita akan bisa melihat kualitas aktingnya yang sangat memukau seperti yang kita lihat lewat The Departed atau The Fighter, atau pada suatu waktu kita bisa melihatnya tampil konyol dalam film komedi slapstick The Other Guys atau Daddy's Home. Dan kali ini Mark Wahlberg kembali hadir dalam sebuah drama-komedi yang kembali mempertemukannya dengan sutradara Sean Anders yang sebelumnya bekerjasama lewat dwilogi Daddy's Home.



Dalam film bertema keluarga ini Mark Wahlberg mendapatkan Rose Byrne sebagai lawan mainnya yang juga sudah berpengalaman membintangi dalam film komedi seperti Bridesmaids, Neighbors atau Spy. Selain reuni dengan sutradara Sean Anders, lewat 'Instant Family' Mark Wahlberg juga kembali dipertemukan dengan aktor remaja yang sedang naik daun Isabela Moner yang mana keduanya sama-sama membintangi film Transformers: The Last Knight. Selain mereka bertiga film ini juga didukung oleh Octavia Spencer, Tig Notaro, Margo Martindale dan Joan Cusack.



Pete (Mark Wahlberg) dan Ellie (Rose Byrne) adalah sepasang suami istri yang ingin memiliki keluarga tetapi terlalu khawatir untuk melahirkan anak sendiri. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi satu anak bernama Lizzy (Isabela Moner) setelah melalui rangkaian pertemuan dalam sebuah kelas menjadi orang tua yang baik. Namun Lizzy ternyata memiliki 2 saudara kandung, Juan (Gustavo Quiroz) dan Lita (Julianna Gamiz). Pada akhirnya Pete dan Ellie membawa semuanya ke rumah baru mereka, dan menjadi orang tua asuh dari ketiga anak dengan karakter berbeda itu.



Kehidupan Pete dan Ellie yang awalnya tenang itu menjadi berubah sejak hadirnya Lizzy, Juan dan Lita yang mempunyai tiga kepribadian yang berbeda pula. Lizzy yang mempunyai jiwa pemberontak, Juan yang pernah mengalami kekerasan dan Lita si bungsu yang mempunyai sifat menuntut untuk hak yang dia inginkan. 3 karakter dari 3 anak yang membuat Pete dan Ellie dan kembali mempertanyakan keputusan mereka mengadopsi 3 anak tersebut adalah keputusan yang tepat ?


Sejak awal adegan sangat mudah bagi penonton untuk bisa menikmati film ini. Konflik yang dialami Pete dan Ellie yang sudah dimunculkan pada adegan-adegan awal sangat terasa relevan bagi kebanyakan pasangan manapun. Setelah 30 menit menuju paruh pertama film bumbu komedi dalam film akan makin banyak kamu temui dengan menyisipkan slapstick didalamnya seperti ciri khas film-film komedi Sean Anders. Sang sutradara tahu betul jika dua pemain utamanya Mark Wahlberg dan Rose Bryne bukanlah seorang mempunyai basic komedian, maka alih-alih menggantungkan komedinya pada adegan-adegan slapstick untuk membuat penonton tertawa seperti The Others Guys atau Daddy's Home, komedi dalam Instant Family banyak ditemui dengan konsep komedi situasi. Salah satu adegan komedi situasi yang membuat kamu tertawa lama ketika Pete dan Ellie mengomentari prilaku soerang anak yang terlihat depresif yang ternyata orang tua anak tersebut persis ada di depannya.


Dari sisi komedi Instant Family memang sudah sangat berhasil mengocok penonton, tetapi dari sisi drama film ini masih jurang dalam menggalinya yang menjadikannya sulit untuk ikut merasakan keharuan yang dirasakan Pete dan Ellie. Sangat disayangkan memang, jika dramanya bisa sedikit lebih diperdalam lagi film ini akan makin sangat terasa sempurna karena dari kemistri Wahlberg dan Bryne terlihat sangat kuat yang didukung karakter-karakter lainnya yang juga cukup mencuri perhatian, mulai dari keluarga Ellie, Grandma Sandy (Margo Martindale) dan duo pekerja sosial Karen (Octavia Spencer) dan Sharon (Tig Notaro).


Plot cerita Instant Family bukanlah cerita yang baru yang mungkin sudah banyak kamu temui, terasa lemah pada dramanya akan tertutupi dengan komedinya yang sangat menghibur. Tontonan ringan yang cocok ditonton bersama keluarga.

Overall: 7/10

(By Zul Guci)



Thursday, January 17, 2019

ULASAN: GLASS




Untuk sebagian penimat film, M. Night Shyamalan adalah masternya twist atau kejutan. Di setiap fim terbarunya penonton selalu sangat berharap akan ada kejutan seperti yang kita lihat lewat The Sixth Sense, Unbreakable, The Village dan lain-lain. Memang tidak semuanya berjalan sesuai rencana seperti The Happening, After Earth ataupun The Last Airbender, tetapi fans seakan tidak pernah bosan untuk menunggu masterpiece selanjutnya dari seorang Shyamalan ditengah-temgah popularitasnya naik turun. 3 tahun berselang setelah dikejutkan dengan ending Split (2016) yang ternyata mempunyai keterikatan cerita dengan Unbreakable (2000), kita sebagai penonton kembali berekstasi lebih pada bagian ketiga seri ini yang diberi judul 'Glass'. Kejutan apalagi yang bisa diberikan oleh Shyamalan pada Glass ? Rasanya semua sudah dihabiskan lewat Unbreakable dan Split. Tetapi sayangnya pikiran terliar sekalipun tidak akan terlintas dipikiran kita mengenai kejutan yang sudah dipersiapkan oleh Shyamalan lewat Glass.


3 pemain utama yang terlibat di Unbreakable dan Split kembali terlibat, mulai dari Bruce Willis, Samuel L. Jackson dan James McAvoy. Bahkan pemeran pendukung Anna Taylor-Joy dan yang memerankan putra Bruce Willis di Unbreakable Spencer Treat Clark juga kembali memerankan peran masing-masing. Jajaran cast itu semakin lengkap dengan kehadiran Sarah Paulson (American Horror Story, Oceans 8) yang berperan sebagai pskiater yang menangani pasien-pasien delusional berlebih pada mereka. M. Night Shyamalan menulis dan menyutradarai filmnya sendiri.


19 tahun setelah ending 'Unbreakable' ,David Dunn (Bruce Willis) yang saat ini sudah duda menjalin hubungan partner dengan putranya Joseph Dunn (Spencer Treat Clark) untuk membersihkan jalanan dari kejahatan. Tindakan yang dilakukan diam-diam yang membuat David menjadi vigilante yang dipanggil 'The Overseer' oleh masyarakat yang tidak pernah melihatnya secara langsung. Hingga pada waktunya David ingin menyelidiki pembunuhan berantai yang belum tertangkap dan mempertemukannya dengan Kevin Wendell Crumb (James McAvoy) yang mempunyai 23 kepribadian yang berbeda, orang dibalik terjadinya pembunuhan berantai. Pertarungan pertama mereka tak terhindarkan, yang membuat mereka berdua tertangkap.


David dan Kevin dikurung dalam rumah sakit jiwa dengan keamanan ketat, tempat yang sama Elijah Price/Mr Glass (Samuel L. Jackson) dikurung selama 19 tahun. Mereka bertiga direhabilitasi oleh Dr. Ellie Staple (Sarah Paulson) yang meyakinkan mereka bertiga bukanlah orang seperti yang mereka kira. Lalu apakah rehabilitas pada ketiga orang ini berhasil ? Atau hanya sebuah awal dari sesuatu yang besar ? Jawaban yang hanya bisa kamu temukan setelah menonton filmnya.


Jika kamu sudah menonton Unbreakbale dan Split, maka sudah bisa menebak tone akan hampir sama persis, masih dengan tempo slow-burn meskipun di awal-awal alur cerita berjalan cukup cepat dengan memperkenalkan kembali tokoh utama kita David dan Kevin hingga sampai pada pertarungan mereka berdua. Tetapi setelah itu alur cerita akan berjalan lambat, terlebih setelah Elijah Price/Mr. Glass muncul yang menjadi roda utama jalan cerita film ini. Shyamalan benar-benar memegang kendali, skenario yang sangat rapi membuat fokus penonton tidak teralihkan dan mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.


Hal yang luar biasa adalah dari Glass, ketika kita mengira sudah bisa menebak arah plot cerita kemana, tiba-tiba semuanya diputarbalikan yang membuat kamu hanya sekedar tahu tidak tahu apa-apa. 30 menit terkahir bukti sahihnya. Bahkan pikiran terliar kamu sekalipun tidak akan melintas ending dari Glass akan seperti itu. Kejutan juga tidak hanya sekitar plot ceritanya saja, tetapi juga pada pemeran-pemeran utama yang mengekspos sisi lain dari karakternya. Samuel L. Jackson dan James McAvoy berada posisi terdepan dalam hal ini. Lalu Sarah Paulson  yang  sebagai seorang psikiater yang tidak diduga-duga mempuyai pengaruh kuat pada ending cerita dan Bruce Willis yang memerankan sang hero kita yang kembali mempertanyakan apakah hal yang dia percayai selama hampir dua dekade itu hanya sebuah delusi ? Shyamalan benar-benar membungkus semua itu dengan sangat rapi.


Shyamalan sadar dia sudah terjebak dengan ekspetasi penonton dengan kata 'twist' dalam setiap filmnya. Dan dia sudah mempersiapkan kejutan yang tak disangka-sangka.Mempermainkan penonton dengan prediksi-prediksinya sendiri ditengah-tengah menikmati alur cerita film. Buat saya personal, Glass sudah masuk dalam daftar film terbaik yang saya tonton tahun ini.

Overall: 9/10

(By Zul Guci)

Monday, January 7, 2019

ULASAN: ESCAPE ROOM



Pernah bermain game di smartphone yang dimana user berada dalam satu ruangan tertutup dan mencari jalan keluar dengan petunjuk-petunjuk yang terbatas yang ada dalam ruangan tersebut ? Jika kamu sudah pernah memainkan game tersebut maka kamu akan segera terasa familiar dengan plot cerita yang ada pada film 'Escape Room' ini. Escape Room sebuah film bergenre thriller-horror psikologis yang diproduksi oleh Columbia Pictures ini disutradarai Adam Robitel (The Taking of Debrorah Logan, Insidious: The Last Key) dan diramaikan dengan pemain yang sudah akrab di layar kaca seperti Taylor Russel (Lost In Space), Logan Miller (I'm In The Band), Deborah Ann Woll (Daredevil), Nik Dodani (Atypical), Tyler Labine dan Jay Ellis.



Enam orang asing tidak mengenal satu sama lain dengan latar belakang yang berbeda dipertemukan dalam sebuah gedung setelah mendapat undangan misterius untuk mengikuti sebuah tantangan yang berhadiah uang 10.000 US Dollar. Mereka berenam adalah Zoey (Taylor Russel) mahasiswa cerdas yang mempunyai masalah dalam bersosialisasi, Ben (Logan Miller) seorang pecandu yang mencoba lepas dari rasa bersalah, Amanda (Deborah Ann Woll) veteran perang Irak yang ingin lepas dari trauma perang, Danny (Nik Dodani) seorang geek yang sangat tertantang dengan permainan 'Escape Room', Mike (Tyler Labine) pekerja lepas dan terakhir Jason (Jay Ellis) pengusaha muda yang menghadiri undangan misterius itu karena merasa itu hadiah dari salah satu klien utamanya.


Perkenalan singkat enam orang dengan masing-masing karakter yang sangat berbeda itu harus dikesampingkan ketika mereka harus bekerjasama untuk bisa lolos dalam 6 ruangan mematikan dengan waktu yang sangat terbatas di dalamnya. 6 ruangan yang mempunyai 6 tingkat kesulitan yang berbeda pula yang harus dipecahkan agar bisa lolos dan bisa mencari tahu kenapa mereka dijebak dalam permainan mematikan itu. Berhasilkah mereka semua lolos dalam 6 ruangan yang harus dilewati itu ? Lalu siapa sebenarnya orang dibalik yang memberikan undangan misterius kepada mereka berenam ? Jawaban yang bisa kamu ketahui di dalam filmnya.


Tidak perlu berbasa-basi, Escape Room langsung membawa penonton pada adegan yang cukup intens untuk sebuah adegan pembuka dan mengantungnya dengan meninggalkan penonton dengan pertanyaan 'apa yang sebenarnya terjadi ?' lalu adegan menuju beberapa hari sebelum kejadian yang akan mempertemukan penonton dengan 6 karakter utamanyanya. Benar-benar adegan pembuka yang ampuh untuk menarik perhatian penonton sehingga kita ingin tahu apa yang sedang terjadi.


Setelah 15-20 menit pengenalan para karakternya, maka bersiap-siaplah dengan sisa durasi yang memacu adenalin melewati 6 ruangan. Kekuatan utama Escape Room ada pada ruangan itu sendiri dan teka-teki yang harus dipecahkan dalam setiap ruangannya. Seiring berjalannya durasi disaat pertanyaan 'apa yang sebenaarnya terjadi ?' belum terjawab, pertanyaan lainnya akan muncul, kenapa harus mereka berenam yang terjebak, lalu siapa orang dibalik permainan ini ? Escape Room berhasil mengemas itu semua dengan sangat menarik, terlebih ketika misteri terjawab satu-persatu. 


Tema cerita mengumpulkan beberapa orang asing dijebak pada satu tempat dan lalu berjuang untuk bisa hidup memang bukanlah sesuatu yang baru. Sudah banyak refrensi film bertema sejenis ini, tetapi untungnya 'Escape Room' mempunyai daya tarik tersendiri. Hanya saja memang seakan menjadi tipikal film sejenis, banyak hal klise akan penonton temui, mulai dari pemecahan teka-teki terasa sangat klise dengan secara ketidaksengajaan yang mungkin untuk kamu yang suka teka-teki sedikit membuat gregetan, lalu sampai pada endingnya sendiri jadi seperti berlebihan yang terlalu ingin berlanjut ke sebuah sequel yang sedikit bisa merubah penilaian penonton pada filmnya secara keseluruhan, Jika kamu tidak masalah dengan hal-hal klise seperti itu, bisa jadi ini adalah salah satu film thriller-horror terbaik yang kamu tonton di tahun 2019 ini.

Overall: 7/10

(By Zul Guci)





KERJA SAMA BRANDING ESCAPE ROOM MOVIE DI AREA PANDORA ALAM SUTRA & CITRALAND


Berkaitan dengan pemutaran film Escape Room (Sony Pictures) pada tanggal 11 Januari 2019 serentak di Indonesia. Pihak Sony Picture bekerja sama dengan pihak Pandora Experience dalam project branding film Escape Room. Adapun cabang yang akan dibranding adalah cabang Mall Alam Sutera & Mall Ciputra.



Pandora experience adalah sebuah area wahana permainan petualangan meloloskan diri dari sebuah misteri dengan cara memasuki ruangan-ruangan permainan. Di sepanjang permainan yang memacu adrenalin ini, pengunjung akan menemukan kejutan-kejutan, lorong rahasia, ruangan rahasia, dan teka-teki yang membingungkan namun sangat seru. Pandora Escape Room Indonesia menyediakan waktu selama 60 menit dan 120 menit dengan teknologi tinggi dan terbaru dalam setting ruangan permainan, serta didukung dengan efek suara dan efek visual yang mumpuni. Tersedia unlimited clue bagi pemain untuk memecahkan kode, teka-teki, dan berbagai tantangan untuk menemukan ruang tersembunyi, jalan rahasia, hingga jawaban atas teka-teki yang dimainkan. Permainan ini menguji keberanian, strategi, kerja sama tim, dan pengambilan keputusan yang tepat untuk ‘lolos’ hingga ke pintu keluar.



Pandora memiliki 8 outlet cabang yang tersebar di kota Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya dan Tangerang dengan 33 tema permainan. Tema permainan diambil dari berbagai legenda misteri yang terkenal dari seluruh dunia, dan diceritakan kembali dengan jalan cerita yang sudah disesuaikan dengan permainan. Setiap outlet memiliki episode yang berbeda dengan outlet lain, juga dengan tingkat kesulitan, sensasi, dan aktivitas fisik yang berbeda pula.



Berikut detail lokasi outlet 'Escape Room' di beberapa kota besar Indonesia:

Jakarta :

Puri Indah : Shutter Asylum, Dawn Of Ripper, Secrets of The Lost Tribe, Devil’s

Triangle, The Hollow

Mall Ciputra : S.S Poisedon, Ravensbruck Biohazard, The Descent, Legends El

Dorado

Mall Alam Sutera : The Chernobyl Diaries , Alcatraz, Amityville

Baywalk Mall : The Tomb of Osiris, Sanatorium, The Count of Monte Cristo

Kelapa Gading : King Solomon Mines, Forest of The Dead, Alcatraz



Bali :

Kuta : Shutter Asylium, Alcatraz, Area 51, Legends El Dorado

Bandung :

Sukajadi : The Dutchan Ghost of The Seven Seas, Amityville New Orleans

Horror, Temple of Doom, The Howling Catacomb

Surabaya :

Marvell City Mall : Shutter Asylum, Secrets of The Lost Tribe, The Hollow, The

Descent, Alcatraz, The Chernobyl Diaries

Sunday, January 6, 2019

NOMINASI DAN VOTING GILA FILM CHOICE KEDUA DIMULAI

Respon yang cukup baik dari sobat Gila Film di Gila Film Choice (GFC) pertama tahun lalu, membuat tim admin sangat termotivasi untuk kembali mengadakan Gila Film Choice untuk kedua kalinya. Perbaikan dan penambahan kategori nominasi dilakukan pada GFC2 ini. Jika pada GFC pertama hanya ada 12 kategori nominasi, maka pada GFC kedua ini total ada 20 kategori nominasi. Penambahan kategori yang terlihat sangat kontras ada pada tv series yang tahun lalu tidak ada, padahal tv series sudah menjadi bahan diskusi yang bahkan menjadi salah satu agenda nonton bareng Gila Film. Lalu juga ada 2 kategori tambahan untuk kegiatan rutin Gila Film, yaitu nonton bareng yang bermasudkan untuk sekaligus menjadi bayangan atau patokan konsep nonton bareng Gila Film agar lebih seru kedepannya.


Apa saja sih kategori dan nominasi-nominasi di Gila Film Choice 2 ini ? Berikut kategori dan nominasinya. Dan jangan lupa, setelah melihat nominasinya jangan lupa voting yang ada pada link dibawah.


1. Favorite Film Of The Year



2. Favorite Indonesia Film Of The Year



3. Favorite Animated Film Of The Year



4. Favorite Foreign Film Of The Year



5. Guilty Pleasure Film Of The Year



6. Most Over Expectation Film Of The Year



7. Favorite Actor In Film Of The Year



8. Favorite Actress In Film Of The Year



9. Ensemble Cast Of The Year



10. Original Film For TV Or Legal Streaming Of The Year



11. Duo Combo In Film Of The Year



12. Favorite Original Song For Film Of The Year



13. Favorite Memorable Scene Of The Year



14. Favorite West TV Series Of The Year



15. Favorite New West TV Series Of The Year



16. Favorite Asian TV Series Of The Year



17. Favorite Actor In TV Series Of The Year



18. Favorite Actress In TV Series Of The Year



19. Favorite Nobar Gila Film Of The Year



20. Nobar Gila Film Yang Paling Ditunggu Di Tahun 2019



 Bagaimana ? Ada film-film unggulan sobat Gila Film yang masuk nominasi pada 20 kategori yang sudah disebutkan diatas ? Jika ada dan yakin, segera voting pilihan sobat Gila Film yang ada pada link ini. Voting ini akan dibuka sampai tanggal 11 Januari 2019, pukul 23.59. Akan ada 3 orang peserta voting yangberuntung yang akan diundi secara acak yang akan mendapatkan t-shirt eksklusif Gila Film Choice. Ingat, voting sebagai penikmat film, bukan pengamat film.

https://goo.gl/forms/tzMQR2qniHOiLvqO2

(By Zul Guci)