“All good things must come to an end.” Begitulah kira-kira ungkapan yang harus diberikan untuk penampilan terakhir Donnie Yen dalam film penutup kisah sang master Wing Chun, Ip Man (Master Yip Man). Film Ip Man 4 ini sudah amat dinantikan oleh penonton ketika tahun 2016 Donnie Yen mengumumkan bahwa film keempat akan dibuat dan merupakan film terakhir kisah petualangan Master Yip Man. Film Ip Man sendiri telah menemani penonton sejak 2008 dan memiliki 3 sekuel yang rilis di 2010, 2015, dan sekuel terakhirnya di 2019 ini. Selain itu film ini juga mimiliki Spin-off Master Z: Ip Man Legacy yang rilis di tahun 2018 lalu. Untuk sekuel terakhirnya film ini masih disutradarai Wilson Yip, skenarionya ditulis oleh Edmond Wong, dan diproduseri oleh Raymond Wong dan Donnie Yen sendiri, di mana semua pihak juga terlibat dalam film ini sejak awal. Untuk film keempatnya aktor Vanness Wu dan Scott Adkins turut tampil mendukung film ini.
Selepas kematian istrinya, Ip Man (Donnie Yen) didiagnosa dengan kanker leher dan tenggorokan karena kebiasaannya merokok. Dia juga mengalami kesulitan menghadapi anaknya Ip Ching yang suka memberontak. Suatu hari Ip Ching berkelahi untuk membela diri terhadap anak-anak yang membully-nya di sekolah, atas perbuatannya itu ia dikeluarkan oleh kepala sekolah. Ip Man lalu memulai perjalanannya untuk mencari sekolah di San Fransisco, AS guna menyekolahkan Ip Ching dan mendapat pendidikan yang lebih baik serta pemikiran yang lebih modern. Murid Ip Man, Bruce Lee (Danny Chan) beberapa hari sebelumnya juga sudah mngirimkan tiket untuk Ip Man guna menyaksikan pertandingan bela diri yang akan dilakukan Bruce Lee. Setibanya di San Fransisco, Ip Man mengetahui bahwa Bruce Lee sudah membuat para ahli bela diri di daerah pecinan San Fransisco naik pitam dengan membuka sekolah bela diri Wing Chun untuk orang asing (non Chinese) dan juga menerbitkan buku seni bela diri Wing Chun untuk khalayak ramai. Dari kolega dan teman baiknya Liang Gen (Ngo Ka-nin), Ip Man mengetahui bahwa dibutuhkan surat referensi dari Chinese Consolidated Benevolent Association (CBA) agar anaknya Ip Ching bisa bersekolah di San Fransisco. Ia lalu mendatangi kantor CBA dan bertemu Wan Zhong Hua (Wu Yue) untuk meminta tolong pembuatan surat tersebut. Namun setibanya di sana Ip Man terlibat perdebatan dan perkelahian sengit dengan Wan terkait tindakan Bruce Lee sebelum akhirnya pergi meninggalkannya.
Dengan berbekal surat referensi dari salah seorang murid Bruce Lee yang berstatus sebagai pengacara, Ip Man mendatangi sekolah dan bertemu sang kepala sekolah namun usahanya tetap tidak berhasil karena surat referensi dari CBA tetap dibutuhkan. Tak lama setelah meninggalkan sekolah, Ip Man melihat seorang anak perempuan Yonah (Vanda Margraf) yang adalah anak perempuan Wan sedang dibully dan mendapat perlakuan rasis oleh rekan cheerleadernya Becky (Grace Englert) dan beberapa anak pria. Ip Man bergegas menolongnya dan membawanya pulang ke rumahnya. Wan yang melihat Ip Man membawa putrinya pulang menuduhnya memanfaatkan situasi dan menantangnya bertarung. Sementara itu Hartman (Vanness Wu), yang juga murid Bruce Lee, berusaha meyakinkan Barton Geddes (Scott Adkins), komandannya, untuk memasukkan bela diri Chinese terutama Wing Chun dalam Teknik hand to hand combat dalam pelatihan militer. Barton menolak keras dan tidak setuju bahkan menganggap bela diri karate adalah yang paling mumpuni. Ia bahkan menyuruh Colin (Chris Collins) sang pelatih karate di divisi mereka untuk menantang para master bela diri untuk menunjukkan bahwa bela diri Chinese tidak ada apa-apanya. Di negeri asing ini Ip Man melihat kesulitan dan perlakuan penduduk AS yang terkadang tidak adil terhadap orang Chinese demikian pula dengan orang Chinese yang menganggap diri mereka ekslusif karena keahlian bela diri yang mereka miliki. Akankah Ip Man berhasil mengatasi masalah perbedaan pemikiran tersebut dan apakah ia berhasil membawa anaknya untuk bersekolah di AS?
Menyaksikan film terakhir dari saga Master Ip Man ini sama sekali tidak mengecewakan dan cukup memuaskan sebagai film farewell terakhir Donnie Yen sang Master Ip Man. Film ini menjadi penutup yang bagus dan banyak menginkorporasikan beberapa elemen modern yang tidak kita jumpai dalam film-film sebelumnya. Setting cerita film yang sebagian besar di San Fransisco memberi tampilan fresh untuk film ini lengkap dengan lanskap pecinan/ Chinatown di kota tersebut. Alur ceritanya cukup lambat di awal karena cukup banyak berfokus pada drama antara Ip Man dan anaknya Ip Ching dan baru menghentak di pertengahan cerita. Kekurangan film ini mungkin ada pada beberapa konflik yang ditampilkan terlalu didramatisir dan cenderung remeh, karena semestinya bisa dibuat lebih mendalam dan mengena contohnya konflik antara Yonah dan Becky. Untuk aksi perkelahian tidak perlu diragukan lagi karena aksi bela diri aliran Wing Chun tetap mendapat porsi utama dalam film selain aliran lainnya seperti Tai Chi dan Karate yang membuat cerita semakin dinamis. Koreografi pertarungan yang intens dijamin sanggup membuat penonton fokus dan ikut meningkatkan adrenalin ketika menyaksikan pertarungan demi pertarungan. Kehadiran tokoh Bruce Lee dalam salah satu adegan special merupakan tribute yang manis untuk sang legenda yang tidak boleh dilewatkan. Untuk adegan konklusinya sendiri betul-betul membawa penonton pada adegan klimaks karena benar-benar menampilkan lawan yang tangguh dan pertarungan yang sengit. Overall film ini benar-benar mengobati kerinduan penggemar seri Ip Man dan tonggak film bela diri yang digarap dengan kualitas yang baik.
Berbicara para cast yang terlibat, Donnie Yen adalah jiwa dari film ini dan ia secara konsisten menampilkan persona Ip Man dengan sempurna sejak film pertama hingga terakhir. Sikapnya yang tenang dan hanya keras jika diperlukan betul-betul menyerupai sosok Master Yip Man sendiri. Dalam film kali ini Vanness Wu juga cukup menonjol sebagai sosok prajurit berkebangsaan Chinese dalam militer AS, demikian pula dengan Danny Chan yang walau muncul sebentar tapi meninggalkan impresi yang sulit dilupakan ketika memerankan Bruce Lee dan menampilkan aksi perkelahian yang sangat seru dan tipikal khas Bruce Lee. Scott Adkins, Chris Collins dan Mark Strange yang punya karir cemerlang di dunia bela diri turut menambah semarak aktor non Chinese yang selama ini kerap ditampilkan dalam film Ip Man (sebut saja Mike Tyson yang pernah tampil di Ip Man 3). Kehadiran gadis pendatang baru Vanda Margraf yang berparas manis dan cantik dijamin sanggup mencuri perhatian anda, aktingnya sebagai anak perempuan Master Wan yang selalu dipaksa untuk menuruti keinginan ayahnya dieskplorasi dengan sangat baik. Dari segi dialog, kombinasi Bahasa Mandarin dan Inggris juga masih mendominasi dengan tujuan untuk meraih penonton generasi muda yang terkadang mungkin membuat kita harus menyimak subtitlenya dengan sungguh-sungguh. Sinematografi dan efek audio visual yang digunakan dalam film ini memang tidak perlu diragukan kualitasnya karena setiap adegan perkelahian seakan membuat kita merasakan nyeri ketika sebuah serangan bersarang pada Ip Man atau pun musuh-musuhnya. Efek pukulan terasa real seperti mendengar para master bela diri berkelahi di hadapan kita, saran saya tontonlah film ini di studio dengan sound system yang bagus minimal sekelas Dolby Atmos.
Selain berhasil menampilkan aksi bela diri spektakuler, Wilson Yip mengangkat cukup banyak isu sosial dalam film terakhir Ip Man ini, isu-isu tersebut ditampilkan cukup emosional walaupun ada yang agak didramatisir. Isu rasialis penduduk Amerika terhadap warga pendatang Tionghoa/ Chinese di tahun 60-an digambarkan cukup representatif bahwa menjadi kaum imigran di negara adidaya seperti US memiliki banyak tantangan seperti halnya kaum imgran meksiko di era pemerintahan Trump yang kerap menjadi perhatian di masa sekarang. Isu egosentris terhadap bela diri Chinese juga mendapat perhatian di sini, di mana dalam film ini diperlihatkan pandangan sempit para master bela diri bahwa ilmu bela diri hanya khusus untuk warga Chinese yang sebetulnya tidak berbeda dengan sikap rasialis dari warga AS. Lewat film ini penonton akan mengetahui sejarah inkorporasi ilmu bela diri ke dalam kurikulum pelatihan militer AS. Isu rasialis dapat terjadi di mana saja dan selalu terjadi dalam sejarah manusia ejak dahulu hingga di abad modern ini. Melalui film ini, kita diperlihatkan dampak negatif hal tersebut yang merugikan banyak pihak. Selain itu, hubungan orang tua-anak ketika anak berada pada fase remaja juga cukup dieksplorasi untuk memberikan gambaran sekaligus menimbulkan empati dari kedua sisi bahwa tidak mudah untuk menjadi orang tua ataupun sang anak ketika ada dalam fase tersebut. Pesan-pesan moral yang mengena dalam film ini turut memberi nilai tambah dalam film bela diri terlaris ini. Jangan lewatkan film yang juga merupakan film bela diri terakhir dari Donnie Yen ini di bioskop terdekat kesayangan anda.
Overall: 7.5/10
(By Camy Surjadi)