Asia memang sudah tidak perlu diragukan jika kita bicara mengenai genre film seni bela diri atau lazim disebut martial arts karena banyak aliran bela diri yang berasal dari negara-negara di Asia baik yang tanpa alat atau menggunakan alat. Hal tersebut disebabkan bela diri sudah menjadi kultur yang membentuk nilai-nilai kehidupan penduduk di Asia. Martial arts sendiri merupakan subgenre dalam genre action yang biasanya didominasi oleh aksi dan berfokus pada pertarungan antara tokoh protagonis dan antagonis sebagai daya tarik utamanya dan terkadang mengesampingkan plotnya. Jika ada film martial arts yang memiliki cerita yang kompleks dan kreatif bisa dikatakan sebagai bonus. Di penghujung Oktober ini kita disuguhkan dengan kehadiran film martial arts pertarungan pedang dari negeri ginseng berjudul The Swordsman. Kehadiran film ini cukup menjadi pemuas dahaga di tengah sepinya perilisan film baru akibat pandemi yang melanda sejak awal tahun 2020. Film The Swordsman disutradarai oleh Choi Jae-hoon dan berada dalam naungan rumah produksi Opus Pictures yang juga memproduksi Snowpiercer (2013) karya Bong Joon-Ho. Sejumlah cast ternama seperti Jang Hyuk , Jung Man-sik, Kim Hyun-soo, Lee Na-kyeong, Lee Min-hyuk, Choi JIn-ho, Ji Seung-hyun, dan aktor Indonesia yang mulai merambah ke perfilman Korsel, Joe Taslim. Film ini dirilis di Korsel pada 23 Oktober 2020 dan sudah dapat disaksikan di bioskop-bioskop Indonesia pada 29 Oktober 2020.
Pada masa transisi kekuasaan antara Dinasti Ming dan Qing banyak terjadi konflik di negara-negara tetangga. Dinasti Joseon yang merupakan salah satu sekutu dinasti Ming turut terkena dampak dari peristiwa ini. Kondisi semakin runyam ketika Raja Gwanghaegun (Jang Hyun-sung) digulingkan dari tahta akibat rencana jahat dari para menterinya. Tae-Yool (Jang Hyuk), seorang pendekar pedang terhebat di Joseon kala itu, yang bertugas mengawal Raja Gwanghaegun gagal mencegah kejatuhan sang raja setelah bertarung dengan seorang salah satu panglima perang, Min Seung-ho (Jung Man-sik). Setelah peristiwa itu Tae-Yool memilih hidup mengasingkan diri bersama Tae-Ok (Kim Hyun Soo), putrinya, di pegunungan. Kondisi mata Tae Yul yang mulai memburuk akibat cedera lama membuat Tae-Ok mencari pengobatan. Akan tetapi usahanya ini justru membawa Tae-Ok terlibat dalam tragedi di mana ia menjadi korban penculikan anak buah Gurutai (Joe Taslim) untuk dijadikan budak. Kondisi ini memaksa Tae-Yool untuk mengambil tindakan dan kembali menggunakan keahlian pedangnya untuk membebaskan dan menyelamatkan nyawa Tae-Ok. Usahanya ini tidak akan mudah mengingat Gurutai juga memiliki reputasi sebagai pendekar pedang yang handal di Dinasti Qing bahkan berambisi menjadi yang terbaik di Dinasti Joseon. Dengan kondisi Tae Yool yang hampir buta mampukah Tae Yul menyelamatkan putrinya?
Dengan durasi 100 menit, film ini konsisten menampilkan adegan pertarungan pedang yang mendominasi sepanjang film dengan alur cerita yang sudah terbaca. Adegan pertarungan pedangnya ditampilkan dengan spektakuler dan memacu adrenalin dari sejak awal hingga akhir film. Cara penuturan ceritanya mudah diikuti dan terlihat bahwa plot utama film ini mencoba berfokus pada kehidupan karakter Tae-Yool dan eksplorasi hubungan ayah-anak antara Tae-Yool dan Tae-Ok. Walaupun plot utamanya berlapis dengan plot konflik perang dan perebutan kekuasaan yang tidak terlalu dijabarkan dengan detil tetapi film ini tetap mampu menjaga ritme cerita dengan konsisten dan tidak bertele-tele. Pada setiap babak dalam cerita film ini selalu diisi adegan pertarungan pedang yang ditempatkan dengan pas sehingga membuat penonton tidak jenuh dalam menyaksikan film ini dan ditutup dengan pertarungan final yang sangat seru namun sayang durasinya kurang lama. Penonton benar-benar dibawa mengenal sosok Tae-Yool dari awal film dan secara perlahan dibukakan mengapa ia benar-benar memegang janjinya untuk menjaga Tae-Ok, serta di akhir cerita termasuk bagian yang paling saya suka karena membuka tabir asal-usul bagaimana Tae-Yool bisa menjadi pendekar yang memiliki keahlian pedang yang sangat hebat.
Kemampuan akting Jang Hyuk sudah tidak perlu diragukan lagi, dari momen pertama film ini penonton pasti akan langsung terkesima dan relate dengan karakter Tae-Yool. Jang Hyuk benar mampu menampilkan karakter pendekar yang berkharisma dan memiliki keahlian pedang tinggi dengan sangat meyakinkan. Karakternya yang memiliki masalah penglihatan menambah dimensi tersendiri yang memperkaya dinamika karakternya. Beban karakter utama yang terletak pada Jang Hyuk dibawa dengan meyakinkan dan Jang Hyuk sanggup membuat penonton berfokus pada karakter yang ia perankan di semua adegan dalam film, itulah mengapa ia layak disebut sebagai aktor karismatik. Lee Min-Hyuk (anggota Boyband BTOB) sebagai Tae-Yool muda juga cukup mencuri perhatian walau screen timenya hanya sedikit. Kim Hyun-soo sebagai Tae-ok yang penuh energi dan ceria serta bersemangat mampu menampilkan dinamika yang pas sebagai anak Tae-Yool. Joe Taslim yang mulai dikenal sebagai aktor internasional asal Indonesia ikut merambah dunia perfilman Korea yang menjadi daya tarik tersendiri di film ini, perannya sebagai Gurutai sebagai karakter antagonis yang kejam dan memiliki jiwa haus bertarung memiliki keunikan dan persona yang mampu mengimbangi rekan-rekan aktor lainnya dari Korea. Ia tampil mengintimidasi lewat gaya bicara, gesture, dan raut mukanya yang meyakinkan. Semua cast yang bermain dalam film ini tidak ada yang tampil mengecewakan baik cast utama maupun para cast pendukung, pemilihan mereka semua sudah sangat sesuai.
The Swordsman merupakan debut kedua film layar lebar Choi setelah film pertamanya di tahun 2010 silam, Girl Five. Nampaknya Opus Pictures tidak salah menunjuk Choi mengingat film ini cukup sukses secara Box Office. Choi mampu menampilkan adegan-adegan pertarungan yang fresh dan detil, koreografinya sangat memukau dan meyakinkan walau masih agak lemah dalam penceritaan. Cerita menarik di balik teknik pedang Tae- Yool adalah teknik pedang (swordsmanship) yang kita lihat dalam film adalah hasil improvisasi tim ahli di film ini dan semua aksi stunt diperankan sendiri oleh Jang Hyuk. Gaya bertarungnya mengandalkan ketajaman indra dan kecepatan mengingat penglihatannya yang tidak bagus. Joe pun turut mempelajari teknik pedang dan bahasa Korea dan Manchuria kuno untuk mendalami perannya. Film ini sebetulnya sudah selesai produksi sejak 2017 lalu namun masalah penundaan pembayaran honor para kru dan pemain sempat membuat perilisannya terganjal sampai akhirnya dirilis di tahun ini. Choi terbukti mampu menampilkan perpaduan aksi, visual, dan audio yang spektakuler lewat The Swordsman, hal yang cukup mengobati kerinduan penonton untuk film laga aksi bergenre history martial arts. Karya Choi berikutnya tentu layak untuk ditunggu.
Overall: 8/10