Nussa: “Kapan abah pulang…”
Karena cinta dapat mengusir rasa takut, dan rasa terima kasih dapat menaklukkan kesombongan. Saya menangkap kekuatan utama film ini adalah dua. Cinta yang membuncah dari kedua orangtua, dan rasa terima kasih dari anak. Keduanya dibelitkan dalam nuansa keceriaan. Film anak-anak yang tidak bisa ditonton oleh anak-anak. Sayang sekali. Serial Nussa diperuntuk untuk Semua Umur, label yang sama memang disandang untuk bioskop, tapi faktanya tak semua umur bisa menikmatinya. Sabtu kemarin (2/10) saya membuktikan sendiri, yang menonton penonton dewasa semua, ada label bioskop saat ini untuk 12 tahun ke atas dan itupun yang sudah vaksin. Refleks berujar, “Mengapa tetap rilis?” Sayang aja, film mendidik hingar bingar keceriaanya diredam minus celoteh imut buah hati.
Ini tentang kompetisi dan rencana-rencana, harapan dan kekhawatiran juga terhadap ayah mereka, serta peristiwa-peristiwa paling menarik di dunia masa kecil. Kisahnya tentang Nussa (disuarakan oleh Muzakki Ramdhan), siswa berbakat yang tiap tahun langganan juara lomba sains di sekolah SD Nusantara. Ia merancang pesawat luncur dari barang bekas. Dari botol, dirakit dengan dinamo untuk menggerakkan baling-baling, didorong oleh tekanan tenaga kayuh sepeda, menghasilkan luncur seru ke atas, ditabur konveti menunjang kemeriahan dan mendarat dengan gaya bersama parasut. Untuk sebuah karya anak SD jelas ini menarik dan tampak aduhai. Proses pembelajaran dan perkembangannya bertahap dan masuk di akal karena memang penciptaan sesuatu tak bisa serta merta.
Seperti di serial, Nussa tinggal sama Umma (Fenita Arie) dan adiknya yang imut Rarra (Aysha Raazana Ocean Fajar). Abah yang tak pernah muncul, kali ini sosoknya diperlihatkan. Dengan video call, abah kerja di luar negeri tak bisa mendampingi anak-istri. Selalu janji untuk pulang dan mendukung proses kreatifnya, di sini nantinya ia bisa memenuhi janjinya. Sweet, terjawab, tuntas.
Bersahabat karib dengan Abdul (Malka Hayfa Asy’ari) dan Syifa (Widuri Puteri), mengarungi keseharian belajar dan bermain dengan antusias. Kedigdayaan Nussa runtuh saat muncul siswa baru Joni (Ali Fikry), siswa kaya raya yang membawa koper sekolah canggih, bisa berjalan sendiri, bisa jadi tempat duduk, bisa mengeluarkan roket. Bak little Iron Man dengan jam tangan sebagai kendali, canggih memang dengan kucuran uang melimpah hal-hal luar biasa bisa dicipta. Maka saat saring lomba sains sekolah internal, Nussa tergeser ke posisi kedua. Abdul dan Syifa dirasa menjauh, dan itu memberinya rasa pedih. Karena selalu menyenangkan, ketika dipercaya dan pujian seorang teman lebih manis dari sanjungan berlebihan orang asing. Keputusan menjauh sementara itu ditampilkan dalam kemurungan, ia tidak kesepian, hanya menyendiri saja. Namun sebuah ‘bencana’ di laboratorium yang mencipta Nussa dan Joni terkunci malah menjelma keakraban, dan mengeratkan persahabatan. Ini bisa jadi landasan kuat eksekusi akhir. Keduanya yang maju ke tingkat yang lebih tinggi mewakili sekolah Nusantara di Sains Fair menjalin kerjasama.
Lombanya sendiri berjalan timpang, dalam arti harfiah untuk dramatisasi keadaan dan juga arti sebenarnya untuk pengorbannya. Keputusan itu sepenuhnya improvisasi, perpicu keadaan mendesak dan kerelaan untuk tak dielukan. Dunia anak dengan segala keceriaannya. Menarik rasanya melihat ulah anak-anak kreatif, menengok ke masa kecil, kali ini kemewahan dan kesederhanaan disatukan, kalian tak perlu pusing menebak juara atau tidak, garisnya sudah sangat jelas dan kelas.
Ambisi Nussa adalah melakukan sesuatu yang hebat. Tak perlu khawatir bakat atau kebaikan akan diabaikan; bahkan kalau diabaikan pun, kesadaran bahwa kau memiliki dan memanfaatkannya dengan baik sudah akan memuaskan hati. Tepuk tangan untuk kita semua.
Suara Maudy Koesnaedy yang jelas sekali, bahkan tak perlu sampai kredit title untuk tahu ibunya Mama Joni bersuara merdu. Saya sendiri hanya menyaksi Nussa serial sesekali menemani Hermione, terutama dulu pas makan sahur jadi hanya sepenggal-sepenggal ikuti. Sementara anak malah hampir tiap hari ikuti. Jadi segala cast and crew saya tak tahu, makanya saat tahu film ini akan diadaptasi ke layar lebar, yang paling antusias adalah Hermione.
Nussa sendiri ditampilkan dalam pasang surut perasaan. Membuncah, bahagia, lantas dalam beberapa menit langsung berubah murung dan muram. Sulit memang menerima kekalahan, susah menghadapi kekuatan baru yang membuatmu tersingkir atau setidaknya menyingkir. Namun kembali lagi, keluarga adalah segalanya. Karena betapa pun buruknya suasana hatinya, kelebatan terakhir wajah keibuan Umanya dan suara semangat abahnya pasti akan memengaruhi seperti cahaya matahari.
Ada banyak tawa, ciuman, dan cerita dengan cara sederhana dan penuh kasih sayang, yang membuat perayaan ini begitu menyenangkan serta begitu manis untuk dikenang sesaat sesudah ‘Kejutanku’ berkumandang. Nussa, Rara, dan sobar-sobatnya menjelajah semesta tak berbatas dengan baju astonot pesawat ulang-aling, alien, meteor, dst. Hal-hal yang terdengar fantastis, maka cukup layak disaksikan.
Rating: 8/10
(By Lazione Budy)