Film horror-thriller dituntut untuk bisa kreatif dalam hal plot dan pengembangan karakter tokoh utama dan tokoh antagonisnya dengan tujuan supaya film tersebut membekas di benak penonton. Cukup banyak film thriller yang mereferensikan film-film terkenal dalam ceritanya tetapi apa jadinya jika film anak-anak tersebut adalah suatu penyamaran dari film yang lebih sadis?Arthur and the Invisibles atau Arthur and the Minimoys adalah cerita anak-anak karya Luc Besson yang menghibur yang rilis pada 2006. Pada tahun 2022 ini dijadikan spin off film thriller horror oleh sutradara Barthlemy Grossmann. Adapun beberapa aktris dan aktor yang membintangi film Arthur Malediction diantaranya Thalia Besson, Mathieu Berger, dan Lola Andreoni. Film ini dirilis di Perancis pada 29 Juni 2022 dan sudah hadir di bioskop Indonesia sejak 16 September. Penerimaan film ini oleh kritikus dan fans tidak begitu baik.`
Arthur Malediction menceritakan mengenai sekelompok anak muda Alex (Mathieu Berger), Samantha (Thalia Besson), Jean (Yann Mendy), Mathilde (Lola Andreoni), Renata (Jade Pedri), Maxime (Vadim Agid), Douglas (MikaƫlHalimi) dan Dominique (Marceau Ebersolt) yang sejakkeciltergila-gila mengikuti film Arthur. Pada ulang tahun Alex ke-18, iamengajak kawan-kawannya untuk berkemah di lokasi rumah tempat shooting film Arthur di pedalamanPrancis. Mereka tidak mengetahui bahwa terror makhluk misterius sudah menanti mereka di sana.
Sepanjang durasi 87menit, nyaris tidak ada bagian yang menonjol dari film ini. Pada bagian awal film ini berusaha mengenalkan kita pada karakter-karakter remaja termasuk Alex sang tokoh utama yang semuanya menurut saya flat dan tidak memiliki pengembangan karakter sama sekali. Ketika para remaja tersebut berpindah lokasi ke rumah yang infonya merupakan bekas tempat syuting Arthur and the Minimoys harusnya treatmentnya bisa dimanfaatkan lebih baik untuk menciptakan keseraman tetapi malah disia-siakan. Faktor Urban Legend setempat harusnya bisa digunakan untuk menciptakan atmosfer horor - thriller - slasher yang mengaitkan identitas makhluk yang mengganggu mereka tetapi kita gak akan menemukan sama sekali penjelasan soal ini bahkan hingga akhir film. Puncaknya ketika liburan berubah menjadi petaka di mana mereka satu persatu terbunuh dengan cara kematian yang mengenaskan kita akan merasa film ini masih kebingungan mencari arah cerita. Semua karakternya kebingungan sama seperti kita penonton yang bingung. Ketika sampai di bagian konklusi dan akhirnya dibukakan apa yang mengganggu mereka (yang tetap saja tidak jelas) kita akan bertambah bingung bahkan lebih aneh lagi karena ada elemen mengaitkan suku-suku pedalaman yang terasa dipaksakan untuk bisa blend dengan ceritanya. Pada akhirnya Arthur Malediction ini lebih terasa membosankan dibanding mencekam.
Jelas film ini kurang riset dan pemahaman bagaimana meramu cerita teen horror/ thriller. Hal yang kentara adalah CGI dan efek film ini yang terasa ‘palsu’ seperti mau bermain aman dengan part gore- nya. Jika dilakukan dengan all out mungkin bisa sedikit membantu. Jangan harap ada tokoh jagoan yang menonjol atau character development, hal itu tidak akan anda temukan di sini. Kita akan bertanya-tanya kenapa tokoh remaja ini bisa dipilih untuk bermain di film ini, kehadiran putri Luc Besson, Thalia Besson pun tidak berdampak banyak di film.
Arthur Malediction is really not enjoyableor even thrilling to watch, sebuah spin off yang gagal karena gaya penceritaan dan karakterisasi yang buruk. Nyaris tidak ada sisi positif film ini yang dapat menyelamatkan. Hal ini menegaskan bahwa kematangan skenario itu penting dan tidak hanya sekedar mendompleng ketenaran suatu film akan menjamin ceritanya juga akan bagus. Entah apa yang dipikirkan sang sutradara ketika mengembangkan cerita film ini. Film ini feelnya lebih seperti B-movie yang seharusnya rilis di VOD atau streaming platform saja ketimbang dirilis di bioskop.
Overall: 4.5/10
Wednesday, September 21, 2022
ULASAN: ARTHUR MELEDICTION
(By Camy Surjadi)