6 tahun berselang dari film pertamanya akhirnya sekuel Cek Tokoh Sebelah keluar juga. Hal ini disebabkan salah satunya karena pandemik, Ernest bertindak sebagai penulis cerita dibantu istrinya Meira Anastasia, sutradara sekaligus pemain di film CTS 2. Meski sebagian besar cast di film pertama kembali memainkan peran yang sama, namun di film sekuel nya hadir sederet pemain baru. Beberapa pemain baru tersebut diantaranya Laura Basuki, Maya Hasan, dan Widuri Sasono. Ernest Prakasa, Dion Wiyoko, Adinia Wirasti, Chew Kin Wah, Adjis Doa Ibu, Awwe, Yusril Fahriza, Hernawan Yoga turut membintangi Kembali film CTS 2. CTS 2 tayang di bioskop hari kamis 22 Desember ini sebagai film keluarga penutup tahun persembahan Star Vision.
Film CTS erat dengan konflik keluarga maka di sekuel keduanya juga mengangkat cerita yang berhubungan dengan masalah keluarga kali ini isu status sosial dan berfokus kepada kedua anaknya yaitu Erwin dan Yohan. Erwin (Ernest Prakasa) sedang mengalami perjalanan kisah cinta dengan kekasih baru yang rencananya akan diamar yaitu Natalie (Laura Basuki). Namun, proses tersebut mengalami kerikil tajam akibat tentangan dari Ibu Natalie (Maya Hasan) kepada Erwin. Lalu ada juga kisah Yohan (Dion Wiyoko) bersama istrinya Ayu (Adinia Wirasti) yang dihadapkan dengan keinginan dari Koh Afuk untuk segera memiliki cucu. Bagaimana Erwin dan Yohan mengatasi masalah mereka ini lah yang coba ditawarkan lewat cerita film ini yang tentu saya simpan agar anda dapat menyaksikannya sendiri di bioskop.
Sebagai penonton yang sudah menyaksikan CTS 1 saya memiliki ekspektasi tertentu bahwa cerita yang kali ini dibawakan dalam sekuelnya harus lebih atau minimal sama berkesannya seperti di CTS 1. Namun pada sekuelnya saya tidak mendapatkan hal tersebut, film ini bisa dibilang mengangkat tema konflik keluarga yang umum dan dapat ditebak arahnya, konflik serupa dapat ditemukan di serial atau film lainnya. Ciri khas keluarga Erwin yang berlatar keluarga oriental dan dari garis keturunan Tionghoa masih ada tapi tidak meresap ke dalam “jiwa” film ini seperti di film pertamanya. Meski demikian, dari segi cerita yang disampaikan tergolong cukup rapi dan konflik- konfliknya sangat relate dengan pola hidup masyarakat di Indonesia. Alur cerita dan character developmentnya enak untuk diikuti dan dinamika konflik utama antara Erwin dan Natalie dan konflik Yohan dan Ayu tidak saling mendominasi. Penampilan para komika tidak semasif di film pertama dan adegan komedinya ada yang agak dipaksakan di beberapa adegan. Keputusan untuk lebih menonjolkan sisi drama ketimbang komedi kali ini buat saya masih sejalan dengan tema filmnya walau hal ini berdampak pada agak hilangnya ciri khas film ini. Film ini tidak buruk tetapi impresi yang diberikan ke saya tidak sekuat film pertamanya dan cenderung agak mudah dilupakan.
Dibandingkan film pertamanya, setting tempat kali ini lebih luas dan beragam, syuting juga dilakukan di Bali sebagai lokasi pernikahan Erwin dan Natalie. Penampilan yang dibawakan oleh para cast di film ini merupakan kekuatan dan keistimewaan film ini. Chemistry di antara mereka dibawakan dengan nyata dan baik seperti antara Yohan dan Erwin sebagai kakak-adik, Yohan dan Ayu sebagai suami istri dengan problematikanya serta hubungan Koh Afuk dengan anak-anaknya. Emosi yang ditampilkan mereka dapat dirasakan oleh penonton lewat konflik yang diceritakan sehingga pesan yang ingin disampaikan juga sukses. Maya Hasan sebagai Agnes, Ibu Natalie tampil apik sebagai ibu mertua yang hanya memandang status dan overprotektif terhadap anaknya. Walau Laura dan Maya tampil sebagai cast baru di CTS 2 namun hubungan ibu-anak yang complicated dan penuh tekanan dapat dibawakan dengan baik. Porsi kemunculan para pemain juga pas baik antara para pemain utama dan pendukung.
CTS 2 walau temanya sudah sering diangkat namun kekuatannya ada pada sisi emosional dan konflik yang berhasil dibawakan dengan baik oleh para castnya terutama Adinia Wirasti, Laura Basuki, Dion Wiyoko, dan Maya Hasan. Film Garapan Ernest ini saya anggap tetap dapat dinikmati sebagai film keluarga penutup tahun untuk merefleksikan bagaimana seharusnya kehidupan berkeluarga baik untuk yang akan menikah maupun sudah menikah. Walau ciri khasnya tidak terlalu menonjol lagi seperti di CTS 1 tapi penonton akan tetap dapat berempati dan belajar dari isu yang jamak di keluarga pada umumnya yang ingin disampaikan di film ini bahwa orang tua harus membiarkan anak-anak dan belajar percaya pada pilihan mereka dalam hidup.
Overall: 7/10