Universe negeri dongeng Far-Far Away belum selesai. Meskipun cukup berjarak cukup lama yaitu 11 tahun dari film pertama, film sequel dari spin-off Shrek ini menjadi salah satu yang dinantikan di penghujung tahun ini. Terlebih memang di tahun ini, terutama untuk penonton Indonesia tidak banyak film animasi yang terlalu spesial tahun ini. Beberapa bahkan tidak bisa kita tonton di bioskop seperti Lightyear dan Strange World. Push in the Boots: The Last Wish mejanjikan sesuatu yang berbeda, selain memberikan rasa nostalgia pada penggemar origin filmnya, sequel ini juga memberikan nuansa baru pada visual yang belum ada di fim-film franchise Shrek sebelumnya.
Melanjutkan setelah kejadian film pertama, Puss in Boots (Antonio Banderas) melanjutkan petualangan solo dan liarnya yang sering berhadapan dengan maut. Sudah berkali-kali menantang bahaya Puss akhirnya harus menghadapai fakta bahwa dari sembilan nyawanya, kini hanya tersisa satu. Di tengah-tengah kekhawatiran itu, Puss juga harus melarikan diri dari seekor serigala yang dipanggil Wolf/Death (Wagner Moura) yang mengejarnya. Puss akhirnya memutuskan pensiun dan hidup sebagai kucing rumahan. Namun, saat mengetahui adanya Bintang Jatuh di dalam hutan angker yang bisa mengabulkan semua keinginan, Puss, dibantu secara bersyarat oleh Kitty Softpaws (Salma Hayek) dan Perrito (Harvey Guillen), mereka bertiga berusaha mencari bintang itu untuk meminta seluruh nyawanya yang telah hilang dikembalikan. Namun semua itu tentu tidak mudah. Tidak hanya mereka bertiga yang mengincar 'bintang jatuh' tersebut.Layaknya seperti film-film franchise Shrek sebelumnya, sequel Puss in the Boots pun meiliki plot cerita yang mudah diikuti. Namun untuk sequel ini sendiri Paul Fisher dan Tommy Swerdlow yang menulis naskahnya menyelipkan unsur drama yang cukup kuat pada plot cerita. Tidak sekadar komikal dan komedi sepanjang film seperti yang pertama yang membuatnya cepat terlupakan. Unsur drama pada sequel ini terbaik setelah film Shrek kedua dari keseluruhan franchise Shrek. Yang menjadi daya lebih bagaimana Paul dan Tommy bisa membagi beberapa porsi pendalaman karakter selain Puss yang kehilangan rasa percaya dirinya. Porsi keluarga Goldilocks dan Tiga Beruang dengan aksen britishnya salah satu yang menarik perhatian dalam film ini. Dan drama yang cukup kuat itu dikombinasikan dengan keseruan petualangan pencarian bintang jatuh itu sendiri dengan sebuah final act yang mengingatkan dengan sequence final act The Good, The Bad & The Ugly.
Selain plot cerita, visual animasi Puss in the Boots: The Last Wish juga berbeda dengan franchise Shrek lainnya. Konsep animasi yang terinspirasi dari Spider-Man: Into the Spider-Verse yang sudah diaplikasikan oleh Dreamworks dan berhasil lewat The Bad Guys (2022) kembali dicoba pada sequel ini. Dan lagi-lagi berhasil. Memberi kesan uni pada saat menonton seperti membaca buku dongeng yang bergerak.
Berbeda dengan animasi-animasi Disney beberapa tahun terakhir yang terlalu memaksakan menyelipkan pesan-pesan tertentu yang tidak terlalu berpengaruh pada isi cerita, Dreamworks masih konsisten dan fokus dengan menyajikan animasi yang menghibur dan kuat secara cerita. Setidaknya itu berhasil pada dua film terakhir mereka yang setiap menyebutkan judul kita akan mengingat isi ceritanya, alih-alih meributkan isu atau pesan yang tidak punya kolerasi pada isi cerita seperti bebebrapa film animasi Disney terakhir.
Overall: 9/10