Premis yang diusung oleh A Man Called Otto memang slice of life sederhana karena tema cerita seperti Otto sudah pernah kita lihat sebelumnya seperti salah satu contohnya film animasi produksi Pixar berjudul Up. Namun bukannya itu esensi dari slife of life? Membawa hal-hal yang sederhana dan dekat dengan kaca mata penonton lalu memberikan efek yang kuat untuk dirasakan? Dan A Man Called Otto bisa menyampaikan hal-hal sederhana itu dengan kuat, sebuah esensi atau pesan penting yang ada dalam novel dan juga adaptasi versi Swedia. Meskipun kamu sudah membaca novel atau menonton versi Swedianya, alih-alih merasa bosan karena sudah tahu isi dari semua cerita, ketika versi hollywood ini seperti mengisi daya ulang dengaa rasa yang berbeda. Keputusan memberikan kursi sutrdara pada Marc Forster adalah keputusan tepat. Marc Forster sangat piawai bermain pada ranah ini. Finding Neverland dan The Kite Runner adalah bukti sahihnya bagaimana ampuhnya sentuhan drama sutradara ini. Selain itu isu yang diusung dalam film ini juga membawa isu kesehatan mental yang makin membuat film ini cukup relevan dengan sebagian besar kita.
Dari performa juga tidak perlu diragukan lagi kembali Tom Hanks memberikan penampilan yang kuat dan semua itu didukung dengan supporting karakter yang porsinya terasa pas. Hanya saja untuk yang sudah menonton versi Swedianya sulit untuk tidak membandingkannya versi hollywood ini. Hal yang rasakan Otto terasa kurang menyebalkan dibandingkan dengan Ove yang sampai bisa membuat penonton kesal. Bukan karena penampilan Tom Hanks yang buruk, bukan. Hanya saja kharisma seorang Tom Hanks sebagai 'good-man' sudah melekat sangat kuat. Mungkin efek lebih dari karakter Otto akan lebih terasa buat kamu yang belum membaca novel ataupun menonton versi Swedianya.
Secara keseluruhan A Man Called Otto sebuah drama slice life yang masih bisa menggigit meskipun kamu sudah melahap novel ataupun menonton versi Swedianya.
Overall: 8/10